Selasa, 09 Agustus 2011

mengintip cerita sendang banyu urip jatimulyo dlingo bantul

SENDANG BANYU URIP: PETILASAN SUNAN KALIJAGA
DAN SUNAN GESENG DI BANTUL
Keletakan
Sendang Banyu Urip terletak di Dusun Banyu Urip, Kalurahan Jatimulyo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY. Lokasi Sendang Banyu Urip ini sekarang relatif mudah dijangkau baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak Sendang Banyu Urip dengan pusat kota Yogyakarta sekitar 28 kilometer.
Kondisi Fisik
Sendang Banyu Urip merupakan mata air yang oleh warga setempat dikelola dan dijadikan sebagai saranan utama untuk MCK. Sekalipun debitnya tidak sangat besar, air di Sendang Banyu Urip tidak pernah kering.
Mata air di sendang ini telah dibuatkan semacam pengaman dengan pendalaman dan penataan batuan sebagai dinding sendang. Ukuran luas sendang sekitar 2,5 m x 3 m dan kedalamannya sekitar 3 meter. Kecuali itu sendang ini juga diberi pengamanan berupa rumah kayu di atas dan di sekeliling sendang. Rumah ini boleh dikatakan berfungsi sebagai semacam cungkup. Rumah kayu tersebut terbagi atas dua ruangan. Satu ruangan untuk pengamanan sendang dan satu ruangan lagi digunakan untuk meditasi para peziarah. Ukuran rumah kayu sekitar 4 m x 6 m.
Pada sisi hilir sendang juga terdapat bangunan yang difungsikan untuk kamar mandi, WC, dan tempat mencuci. Ukuran bangunan ini sekitar 11 m x 3 m. Bangunan terbagi atas 4 kamar. Dua kamar digunakan untuk MCK bagi pria dan dua kamar yang lain digunakan untuk MCK perempuan.
Tidak jauh dari pintu masuk kompleks sendang juga terdapat bangunan lain yang digunakan untuk kesekretariatan jurukunci serta tempat istirahat para peziarah. Bangunan kesekretariatan pada intinya sama dengan bangunan rumah tinggal biasa. Bangunan ini memiliki ukuran sekitar 5 m x 8 m. Sedangkan bangunan tempat istirahat para peziarah memiliki ukuran sekitar 3 m x 5 m.
Kompleks sendang dulunya juga dilengkapi dengan pagar tembok yang berbentuk setengah lingkaran. Akan tetapi tembok tersebut sekarang sebagian telah runtuh akibat gempa 27 Mei 2006. Di tempat ini juga ada tempat khusus untuk parkir kendaraan yang dibuat secara sederhana.
Latar Belakang
Ada begitu banyak sumber atau mata air khususnya di Jawa, entah itu kemudian dinamakan sendang, telaga, belik, atau beji yang dikait-kaitkan dengan kisah pengembaraan Sunan Kalijaga. Demikian pula halnya Sendang Banyu Urip di Dlingo ini. Menurut sumber setempat Sendang Banyu Urip dinamakan demikian karena airnya telah memberikan kehidupan (nguripi) bagi makhluk hidup di sekitarnya, khususnya manusia.
Sumber setempat juga menceritakan bahwa di masa lampau Sunan Kalijaga mengembara. Dalam pengembaraan dalam rangka syiar agama Islam itu Sunan Kalijaga bertemu dengan Ki Cakrajaya. Pertemuan keduanya membuat Ki Cakrajaya kemudian tertarik untuk berguru kepada Sunan Kalijaga. Sebagai ujian Ki Cakrajaya kemudian diminta untuk menunggui tongkat Sunan Kalijaga sambil bertapa. Ki Cakrajaya dilarang meninggalkan tempat dan mengakhiri bertapanya sebelum Sunan Kalijaga kembali. Ki Cakrajaya menyanggupinya. Sunan Kalijaga pun melanjutkan pengembaraan. Pengembaraan yang dilakukan Sunan Kalijaga begitu lama sehingga rumput di sekitar tempat Ki Cakrajaya bertapa pun bertumbuhan dan membelukar. Tubuh Ki Cakrajaya kemudian seperti hilang ditelan kerimbunan pepohonan dan rerumputan yang tumbuh meliar.
Selang beberapa waktu kemudian Sunan Kalijaga ingat akan muridnya yang bernama Ki Cakrajaya. Ia bermaksud mendatanginya. Begitu dicari, Ki Cakrajaya sudah tidak tampak lagi. Sunan Kalijaga pun bingung karena tempat bertapa Ki Cakrajaya telah menjadi hutan. Untuk menyibak hutan, hutan itu pun dibakar oleh Sunan Kalijaga. Ki Cakrajaya ikut terbakar di dalamnya. Ajaibnya, Ki Cakrajaya tidak tewas oleh peristiwa itu, tetapi kulitnya gosong (geseng). Oleh karena itulah ia kemudian dikenal pula dengan sebutan Sunan Geseng.
Oleh karena gesengnya itu Sunan Kalijaga berusaha memandikan Ki Cakrajaya. Ia pun mencari mata air di tengah hutan itu. Kebetulan ia melihat seekor kijang yang sekarat berlari. Sunan Kalijaga mengikuti jejak kijang tersebut. Akhirnya kijang tersebut sampai di sebuat mata air yang jernih. Kijang itu pun meminum air dari mata air itu. Kijang yang tengah sekarat itu tiba-tiba menjadi sehat atau hidup kembali. Sunan Kalijaga pun memandikan Ki Cakrajaya di mata air itu. Ki Cakrajaya yang telah gosong dan dalam kondisi semaput itu pun akhirnya sehat dan bugar kembali. Berdasarkan hal itulah maka mata air itu kemudian dinamakan Sendang Banyu Urip oleh Sunan Kalijaga. Banyu artinya air dan urip artinya hidup. Jadi, Sendang Banyu Urip memang telah memberikan penghidupan.


1 komentar: